B A B I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Pada saat kewirausahaan pendidikan dikembangkan di Indonesia, pikiran banyak pihak langsung terarah pada kegiatan perekonomian sekolah. Wirausaha pendidikan menggerakan pemikiran bahwa sekolah harus pandai mendapat peluang ekonomi dalam bentuk keuntungan berupa uang atau keterampilan untuk memperoleh uang.
Dalam banyak kegiatan pembinaan kewirausahaan pendidikan, tumbuh pemikiran baru untuk mengembangkan daya sekolah dalam membangun berkoperasi, beternak, berdagang atau mengembangkan jasa pelayanan publik atau kegiatan produktif. Sementara itu, banyak yang melupakan bahwa kegiatan kewirausahaan juga dapat diperluas maknanya. Bagaimana sekolah menghasilkan prilaku yang memiliki karakter yang kreatif, inovatif, dan pantang menyerah sehingga berdampak pada pembentukan pribadi yang dinamis yang siap menyambut masa depan yang serba berubah.
Pemikiran itu mengandung konsekuensi untuk menempatkan kewirausahaan dalam konteks sosial secara luas. Menerapkan kewirausahaan pendidikan berarti mengubah paradigma pengelolaan pendidikan dari lembaga pelayanan layanan edukatif ke penyelenggaraan sekolah sebagai industri yang menghasilkan produk sumber daya manusia yang terdidik dan terlatih. Penyelenggaraan sekolah sebagai investasi proses untuk menghasilkan lulusan yang bermutu, salah satu indikator mutunya adalah lulusan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Hal itu dibuktikan dengan peroleh pendapatannya yang besar dari dunia kerja, khususnya dunia industri.
Topik pendidikan sebagai industri sudah menjadi pembahasan dalam konfrensi di Biro Universitas Nasional, Komite Riset Ekonomi di Inggris sejak beberapa tahun lalu . Pendidikan sebagai model investasi untuk menghasilkan produk berupa perilaku siswa dalam bentuk kompetensi yang mengkinkan siswa berwirausaha dalam hidupnya. Teori ekonomi mikro mengarahkan bahwa siswa sebagai calon investor akan mengumpulkan informasi mengenai biaya investasi, manfaat yang diharapkan (keuntungan berupa uang maupun keuntungan sosial), dan risiko yang muncul atas berhasil menyelesaikan program ini. Siswa akan berhasil menyelesaikan studinya jika memperoleh manfaat dari pendidikan yang diikutinya, siswa juga harus menanggung resiko di antaranya biaya serta memperoleh keuntungan lebih dari investasi yang ditanamkannya.
Pemerintah Indonesia dan Singapura melakukan pertemuan membahas kerjasama di bidang industri. Salah satu yang akan dilakukan adalah membangung sekolah industri bertaraf internasional. Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, sekolah-sekolah industri yang dikelola Kementerian Perindustrian akan diinternasionalkan sehingga lulusannya akan siap bekerja di berbagai perusahaan internasional."Departemen perindustrian punya sekolah-sekolah industri. Kita ingin menginternasionalkan sekolah tersebut, mulai dari kurikulum dan bahasanya, supaya lulusan sekolah industri bisa bekerja di international corporation maupun negara lain. Mereka setuju dan akan dibahas lebih dalam," tutur Hidayat usai bertemu Menteri Perindustrian Singapura Lim Hng Kiang di kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (4/1/2011).
Tumbuhnya budaya kerja di sekolah menengah kejuruan diperkuat melalui sinergi dan simulasi industri yang kuat melalui kerja sama sekolah-industri. Simulasi industri ini ditujukan agar para siswa SMK mendapatkan pengetahuan tentang budaya kerja, kondisi riil di industri, dan penguasaan teknologi.
”Keselarasan dunia pendidikan dan dunia industri harus terjaga. Dunia pendidikan harus mampu mengejar dinamika yang terjadi di dunia industri. Untuk itu, simulasi-simulasi industri di sekolah, utamanya SMK dan perguruan tinggi, mesti serius dijalankan,” kata Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal di Jakarta, Kamis (7/1). Fasli mengungkapkan, kelemahan yang ada saat ini karena belum adanya undang-undang yang ”memaksa” dunia usaha untuk membuka pintu kepada siswa-siswa SMK. Akibatnya, SMK yang dekat dengan kota dan industri menjadi maju karena akses yang dekat dan tanpa biaya yang terlalu besar. Kondisi itu, kata Fasli, yang menyebabkan ketimpangan yang besar di SMK. Sebagai contoh, di Jerman, ada undang-undang sebagai rujukan mengharuskan dunia industri untuk bersinergi dengan dunia pendidikan.
Berdasarkan data Kementerian Pendidikan Nasional, hingga akhir 2007 terdapat 179 SMK rintisan dan yang sudah bertaraf internasional. Penguatan SMK meliputi bidang kelautan, kesenian, kerajinan, perhotelan, dan pertanian. Selain itu, terdapat pula 317 SMK rintisan atau sudah berbasis keunggulan lokal.
Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh menegaskan, fokus Kementerian Pendidikan Nasional adalah juga meningkatkan kualitas relevansi, baik pendidikan menengah terutama menengah kejuruan, maupun pendidikan tinggi kaitannya dengan dunia kerja. Selain itu, kewirausahaan juga didorong melalui dunia pendidikan. (Kompas)
Berangkat dari latar belakang yang telah dikemukakan di depan, maka undang-undang yang dikeluarkan pemerintah sangat erat kaitannya dengan relevansi perkembangan sekolah yang berbasis industri. Terkait dengan hal tersebut, maka penulis mengangkat judul penulisan sebagai berikut: “Kecenderungan sekolah menjadi sekolah industri “
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan didepan, maka masalah-masalah yang ada dalam dunia pendidikan tentang industri, secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Apakah sudah seharusnya dunia pendidikan dihubungkan dengan dunia industri?
b. Hubungan yang bagaimana antara pendidikan dengan industri?
c. Adakah kecenderungan sekolah menjadi sekolah industri?
d. Apakah pemerintah sudah membuat perindang-undangan tentang sekolah industri?
e.Apakah sekolah bertaraf internasional (SBI) yang ada sekarang sudah mengaplikasikan sekolah industri?
C.Tujuan Penulisan
Hasil penulisan ini diharapkan dapat menemukan komponen penting yang berhubungan dengan perundang-undangan, terutama tentang perindustrian yang dikaitkan dengan pendidikan. Secara khusus hasil penulisan ini diharapkan :
Memberikan gambaran tentang sekolah yang menerapkan keterampilan industri
Untuk mengetahui sampai sejauh mana penerapan sekolah industri
Menelaah perundang-undangan tentang sekolah industri
D.Metode penulisan
Dalam proses penulisan ini kami menggunakan pendekatan metode literature. Yaitu dengan melakukan proses pencarian dan pengumpulan dokumen sebagai sumber-sumber data dan informasi. Metode ini dipilih karena pada hakekatnya sesuai dengan kegiatan penyusunan dan penulisan yang hendak dilakukan.
E.Kegunaan Penulisan
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberi masukan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, terutama bagi stake holder dunia pendidikan. Secara khusus hasil penulisan ini diharapkan :
Sebagai alternatif pengukuran perkembangan yang lebih komprehensif tentang sekolah industri.
Menambah wawasan bagi stakeholder pendidikan mengenai pentingnya mengembangkan perindustrian di sekolah.
Penulisan ini diharapkan dapat memperkaya khasanah pepustakaan dan bahan pertimbangan bagi pihak-pihak yang mengadakan penelitian yang menyangkut sekolah industri
Menggugah pemerintah dalam memperbaiki perundang-undangan tentang sekolah industri
B A B II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Sekolah
Kata sekolah berasal dari bahasa latin: skhole, scola, scolae atau skhola yang memiliki arti waktu luang atau waktu senggang, dimana ketika itu sekolah adalah kegiatan di waktu luang bagi anak-anak ditengah-tengah kegiatan utama mereka, yaitu bermain dan menghabiskan waktu untuk menikmati masa anak-anak dan remaja. Kegiatan dalam waktu luang itu adalah mempelajari cara berhitung, cara membaca huruf dan mengenal tentang moral (budi pekerti) dan estetika (seni). Untuk mendampingi dalam kegiatan scola anak-anak didampingi oleh orang ahli dan mengerti tentang psikologi anak, sehingga memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada anak untuk menciptakan sendiri dunianya melalui berbagai pelajaran diatas.
Sekolah adalah sebuah lembaga yang dirancang untuk pengajaran siswa (atau "murid") di bawah pengawasan guru. Sebagian besar negara memiliki sistem pendidikan formal, yang umumnya wajib. Dalam sistem ini, siswa kemajuan melalui serangkaian sekolah. Nama-nama untuk sekolah-sekolah ini bervariasi menurut negara (dibahas pada bagian Daerah di bawah), tetapi umumnya termasuk sekolah dasar untuk anak-anak muda dan sekolah menengah untuk remaja yang telah menyelesaikan pendidikan dasar.
Selain sekolah-sekolah inti, siswa di negara tertentu juga mungkin memiliki akses dan mengikuti sekolah-sekolah baik sebelum dan sesudah pendidikan dasar dan menengah. TK atau pra-sekolah menyediakan sekolah beberapa anak-anak yang sangat muda (biasanya umur 3-5 tahun). Universitas, sekolah kejuruan, perguruan tinggi atau seminari mungkin tersedia setelah sekolah menengah. Sebuah sekolah mungkin juga didedikasikan untuk satu bidang tertentu, seperti sekolah ekonomi atau sekolah tari. Alternatif sekolah dapat menyediakan kurikulum dan metode non-tradisional.
Ada juga sekolah non-pemerintah, yang disebut sekolah swasta. Sekolah swasta mungkin untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus ketika pemerintah tidak bisa memberi sekolah khusus bagi mereka; keagamaan, seperti sekolah Islam, sekolah Kristen, budha dan lain-lain, atau sekolah yang memiliki standar pendidikan yang lebih tinggi atau berusaha untuk mengembangkan prestasi pribadi lainnya. Sekolah untuk orang dewasa meliputi lembaga-lembaga pelatihan perusahaan dan pendidikan dan pelatihan militer.
B.Pengertian industri
Istilah industri sering diidentikkan dengan semua kegiatan ekonomi manusia yang mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut sebagai kegiatan manufaktur (manufacturing). Padahal, pengertian industri sangatlah luas, yaitu menyangkut semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial. Disebabkan kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan macam industri berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya, makin maju tingkat perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah, makin banyak jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifatkegiatan dan usaha tersebut. Cara penggolongan atau pengklasifikasian industripun berbeda-beda. Tetapi pada dasarnya, pengklasifikasian industri didasarkan pada kriteria yaitu berdasarkan bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar, modal,atau jenis teknologi yang digunakan. Selain faktor-faktor tersebut, perkembangandan pertumbuhan ekonomi suatu negara juga turut menentukan keanekaragaman industri negara tersebut, semakin besar dan kompleks kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi, maka semakin beranekaragam jenis barang industrinya.
Barang industri adalah barang yang digunakan untuk keperluan industri membuat produk baru . Barang-barang ini misalnya bahan baku, perlengkapan mesin, bahan pelumas dan juga hasil jadi. Konsumen barang industri ini ialah pabrik-pabrik yang akan mengolah atau menggunakannya untuk produksi. Misalnya bahan baku karet
Adapun klasifikasi industri berdasarkan kriteria masing-masing (Siahaan,1996), adalah sebagai berikut :
1.Klasifikasi industri berdasarkan tenaga kerja
Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi :
a.Industri rumah tangga, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja kurang dari empat orang. Ciri industri ini memiliki modal yang sangat terbatas, tenaga kerja berasal dari anggota keluarga,dan pemilik atau pengelola industri biasanya kepala rumah tanggaitu sendiri atau anggota keluarganya. Misalnya: industri anyaman,industri kerajinan, industri tempe/tahu, dan industri makanan ringan.
b.Industri kecil, yaitu industri yang tenaga kerjanya berjumlah sekitar 5 sampai 19 orang, Ciri industri kecil adalah memiliki modal yang relatif kecil, tenaga kerjanya berasal dari lingkungan sekitar atau masih ada hubungan saudara. Misalnya: industri genteng, industri batu-bata, dan industri pengolahan rotan.
c.Industri sedang, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerjasekitar 20 sampai 99 orang. Ciri industri sedang adalah memiliki modal yang cukup besar, tenaga kerja memiliki keterampilan tertentu, dan pimpinan perusahaan memiliki kemapuan manajerial tertentu. Misalnya: industri konveksi, industri bordir, dan industri keramik.
d.Industri besar, yaitu industri dengan jumlah tenaga kerja lebih dari100 orang. Ciri industri besar adalah memiliki modal besar yangdihimpun secara kolektif dalam bentuk pemilikan saham, tenagakerja harus memiliki keterampilan khusus, dan pimpinanperusahaan dipilih melalui uji kemampuan dan kelayakan (fit and profer test). Misalnya: industri tekstil, industri mobil, industri besibaja, dan industri pesawat terbang.
2.Klasifikasi industri berdasarkan lokasi usaha
Keberadaan suatu industri sangat menentukan sasaran atau tujuankegiatan industri. Berdasarkan lokasi unit usahanya, industri dapat dibedakan menjadi :
a.Industri berorientasi pada pasar (market oriented industry), yaitu industri yang didirikan mendekati daerah persebaran konsumen.
b.Industri berorientasi pada tenaga kerja (employment oriented industry), yaitu industri yang didirikan mendekati daerah pemusatan penduduk, terutama daerah yang memiliki banyak angkatan kerja tetapi kurang pendidikannya.
c.Industri berorientasi pada pengolahan (supply oriented industry), yaitu industri yang didirikan dekat atau di tempat pengolahan. Misalnya: industri semen di Palimanan Cirebon (dekat dengan batu gamping), industri pupuk di Palembang (dekat dengan sumber pospat dan amoniak), dan industri BBM di Balongan Indramayu (dekat dengan kilang minyak).
d.Industri berorientasi pada bahan baku, yaitu industri yang didirikandi tempat tersedianya bahan baku. Misalnya: industri konveksi berdekatan dengan industri tekstil, industri pengalengan ikan berdekatan dengan pelabuhan laut, dan industri gula berdekatan lahan tebu.
e.Industri yang tidak terikat oleh persyaratan yang lain (footloose industry), yaitu industri yang didirikan tidak terikat oleh syarat-syarat di atas. Industri ini dapat didirikan di mana saja, karena bahan baku, tenaga kerja, dan pasarnya sangat luas serta dapat ditemukan di mana saja. Misalnya: industri elektronik, industri otomotif, dan industri transportasi.
.Klasifikasi industri berdasarkan proses produksi
Berdasarkan proses produksi, industri dapat dibedakan menjadi :
a.Industri hulu, yaitu industri yang hanya mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi. Industri ini sifatnya hanya menyediakan bahan baku untuk kegiatan industri yang lain. Misalnya: industri kayu lapis, industri alumunium, industri pemintalan, dan industri baja.
b.Industri hilir, yaitu industri yang mengolah barang setengah jadimenjadi barang jadi sehingga barang yang dihasilkan dapatlangsung dipakai atau dinikmati oleh konsumen. Misalnya: industri pesawat terbang, industri konveksi, industri otomotif, dan industri meubel.
4.Klasifikasi industri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian
Selain pengklasifikasian industri tersebut di atas, ada juga pengklasifikasian industri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 19/M/ I/1986 yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Adapun pengklasifikasiannya adalah sebagai berikut :
a.Industri Kimia Dasar (IKD)
Industri Kimia Dasar merupakan industri yang memerlukan modal yang besar, keahlian yang tinggi, dan menerapkan teknologi maju. Adapun industri yang termasuk kelompok IKD adalah sebagai berikut :
1)Industri kimia organik, misalnya : industri bahan peledak dan industri bahan kimia tekstil.
2)Industri kimia anorganik, misalnya : industri semen, industri asam sulfat, dan industri kaca.
3)Industri agrokimia, misalnya : industri pupuk kimia dan industri pestisida.
4)Industri selulosa dan karet, misalnya : industri kertas, industri pulp, dan industri ban.
b.Industri Mesin Logam Dasar dan Elektronika (IMELDE)
Industri ini merupakan industri yang mengolah bahan mentah logam menjadi mesin-mesin berat atau rekayasa mesin dan perakitan. Adapun yang termasuk industri ini adalah sebagai berikut :
1)Industri mesin dan perakitan alat-alat pertanian, misalnya : mesin traktor, mesin hueler, dan mesin pompa.
2)Industri alat-alat berat/konstruksi, misalnya : mesin pemecah batu, buldozer, excavator, dan motor grader.
3)Industri mesin perkakas, misalnya : mesin bubut, mesin bor, mesin gergaji, dan mesin pres.
4)Industri elektronika, misalnya : radio, televisi, dan komputer.
5)Industri mesin listrik, misalnya : transformator tenaga dangenerator.
6)Industri kereta api, misalnya : lokomotif dan gerbong.
7)Industri kendaraan bermotor (otomotif), misalnya : mobil, motor, dan suku cadang kendaraan bermotor.
8)Industri pesawat, misalnya : pesawat terbang dan helikopter.
9)Industri logam dan produk dasar, misalnya : industri besi baja, industri alumunium, dan industri tembaga.
10)Industri perkapalan, misalnya : pembuatan kapal dan reparasi kapal.
11)Industri mesin dan peralatan pabrik, misalnya : mesin produksi, peralatan pabrik, dan peralatan kontruksi.
c.Aneka Industri (AI)
Industri ini merupakan industri yang tujuannya menghasilkan bermacam-macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Adapun yang termasuk industri ini adalah sebagai berikut :
1)Industri tekstil, misalnya : benang, kain, dan pakaian jadi.
2)Industri alat listrik dan logam, misalnya : kipas angin, lemari es, dan mesin jahit, televisi, dan radio.
3)Industri kimia, misalnya : sabun, pasta gigi, sampho, tinta, plastik, obat obatan, dan pipa.
4)Industri pangan, misalnya : minyak goreng, terigu, gula, teh, kopi, garam dan makanan kemasan.
5)Industri bahan bangunan dan umum, misalnya : kayu gergajian, kayu lapis, dan marmer.
d.Industri Kecil (IK)
Industri ini merupakan industri yang bergerak dengan jumlah pekerja sedikit, dan teknologi sederhana. Biasanya dinamakan industri rumah tangga, misalnya : industri kerajinan, industri alat-alat rumah tangga, dan perabotan dari tanah (gerabah).
e.Industri Pariwisata
Industri ini merupakan industri yang menghasilkan nilai ekonomis dari kegiatan wisata. Bentuknya bisa berupa wisata senidan budaya (misalnya : pertunjukan seni dan budaya), wisata pendidikan (misalnya : peninggalan, arsitektur, alat-alat observasi alam, dan museum geologi), wisata alam (misalnya : pemandangan alam di pantai, pegunungan, perkebunan, dan kehutanan), dan wisata kota (misalnya : melihat pusat pemerintahan, pusat perbelanjaan, wilayah pertokoan, restoran, hotel, dan tempat hiburan).
C.Undang-undang yang relevan tentang penyelenggaraan sekolah industri
Sejak implementasi AFTA, awal tahun 2003 lalu, bangsa-bangsa di Asia Tenggara mulai menapaki era globalisasi, dan setiap lembaga maupun individu harus bersaing secara terbuka dengan lembaga dan individu dari negara lainnya. Agar dapat tetap bertahan, diperlukan kemampuan berbuat sesuai standar mutu yang dapat menghasilkan produk dan jasa yang lebih unggul daripada produk dan jasa yang dihasilkan oleh negara lain.
Tidak kalah pentingnya, SDM Indonesia juga mesti ditingkatkan kualitasnya agar dapat ikut bersaing di dunia global. Untuk itu SDM Indonesia harus memiliki kualifikasi internasional, agar dapat menghasilkan produk dan jasa yang setara bahkan lebih unggul daripada yang dihasilkan oleh SDM bangsa lain. Kenyataan bahwa SDM kita, hingga saat ini, umumnya dikembangkan di lembaga pendidikan, maka lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia juga harus memiliki standar internasional. Oleh karena itu, keberadaan sekolah bertaraf internasional, seharusnya tidak lagi merupakan barang mewah atau glamor, melainkan telah menjadi kebutuhan mendasar bagi anak didik kita apabila kita tidak ingin terdelet atau tereliminasi dari persaingan global.
Internasionalisasi Pendidikan Berbagai pendapat berkembang dalam masyarakat terkait istilah "Internasional dan Internasionalisasi" dalam bidang pendidikan. Yang jelas, meskipun terdapat perbedaan persepsi di antara kita, ternyata jumlah sekolah seperti ini terus saja meningkat terutama pada tingkat pemerintahan daerah. Setidaknya ada 5 pengertian yang berbeda tentang sekolah internasional:Sekolah Internasional merupakan salah satu institusi pendidikan yang khusus diperuntukkan bagi anak-anak warga asing (diplomat dan ekpatriat), mempunyai kurikulum khusus, dan diajar oleh guru-guru yang juga berasal dari berbagai negara. Sehingga memberikan suasana internasional yang sangat kental, misalnya MIS (Medan International School) di Medan.
Sekolah Internasional yang berikutnya adalah institusi pendidikan yang ditujukan untuk anak-anak berbagai bangsa, khususnya Asia, mempunyai kurikulum tersendiri, guru-gurunya berasal dari Asia, dan mempunyai kesamaan sistem dengan Indonesia, sehingga suasana kultur yang sama dengan sekolah lokal. Selanjutnya, Sekolah (baca: kelas) Internasional yang menerapkan 2 jenis kurikulum yang berbeda, nasional dan internasional. Pada sekolah ini, beberapa mata pelajaran sain (Matematika, Fisika, Biologi, Kimia) diajarkan oleh guru-guru bangsa asing dengan sepenuhnya menggunakan bahasa Inggris, sedangkan mata-mata pelajaran sosial (Sejarah, Geografi, Ekonomi, Bahasa, Civic, misalnya) masih diberikan dalam bahasa Indonesia dan oleh guru-guru lokal. Bahkan beberapa waktu lalu, kita juga mengenal Sekolah (baca: kelas) Bilingual. Pada kelas-kelas ini bidang sain diajar oleh guru-guru lokal yang mengampu mata pelajaran tersebut, dan didampingi oleh guru bahasa Inggris.
Pengajaran diupayakan dengan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar walaupun kadang-kadang masih menggunakan bahasa Indonesia untuk menjelaskan hal-hal yang prinsip dan sulit, oleh karena itu kegiatan belajar menggunakan dwibahasa. Untuk bidang studi sosial, proses pembelajaran sepenuhnya menggunakan bahasa Indonesia. Dan pada tahun-tahun terakhir ini, istilah Sekolah (baca: kelas) Internasional mengacu pada kebijakan baru dalam pendidikan nasional yang tertuang dalam U.U. no 20 Tahun 2003 tentang perintisan Sekolah Berstandar Internasional (SBI) yang kadang kala juga disebut SNBI (Sekolah Nasional Berstandar Internasional).
Dari beberapa penjelasan tersebut, kiranya dapatlah dipahami kalau ternyata masyarakat masih sering mempersepsikan internasionalisasi sangat berbeda, apalagi bila orangtua siswa menganggap sekolah seperti ini sebagai lambang "status atau gengsi" dalam dunia pendidikan. Dan tidak jarang masyarakat juga berharap anak-anak mereka mendapatkan perlakuan istimewa dari pihak sekolah sebagai kompensasi terhadap kontribusi yang telah mereka berikan pada komite sekolah.
Kebijakan terkait dengan penyelenggaraan SBI: Pada UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN 20/2003) Pasal 50, ayat 3 dinyatakan bahwa "Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional". Dan secara implisit amanat tersebut telah dimuat dalam Cetak Biru Pendidikan Nasional 2006-2025, dan secara eksplisit telah dimuat dalam rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional 2005-2009.
untuk memenuhi amanat UUSPN 20/2003, SBI mulai dirintis tahun 2006. Perintisan SBI merupakan keniscayaan karena, selain untuk memenuhi UUSPN 20/2003, era globalisasi juga menuntut kemampuan daya saing yang kuat dalam sumberdaya manusia, teknologi, dan manajemen.
Ada tiga alasan yang menjadi latar belakang rintisan penyelenggaraan SBI:
(1) Era globalisasi menuntut kemampuan daya saing yang kuat dalam teknologi, manajemen dan sumberdaya manusia. Keunggulan teknologi akan menurunkan biaya produksi, dan meningkatkan kandungan nilai tambah, memperluas keragaman produk dan meningkatkan mutu produk; keunggulan manajemen akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi; sedangkan keunggulan SDM dianggap sebagai kunci daya saing yang mampu menjaga kelangsungan hidup, perkembangan dan kemenangan dalam persaingan.
(2)Rintisan penyelenggaraan SBI memiliki dasar hukum yang kuat yang dimuat dalam pasal 50 ayat 3 UU no 20 thn 2003 serta pada pasal 50 ayat 7 UUSPN 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional dan ketentuan untuk membuka SBI. Bahwa
(3)Penyelenggaraan SBI didasari oleh filosofi eksistensialisme yang berkeyakinan bahwa pendidikan harus mampu menyuburkan dan mengembangkan eksistensi peserta didik seoptimal mungkin melalui fasilitasi yang dilaksanakan melaui proses pendidikan yang bermartabat, pro perubahan, kreatif inovatif, eksperimentatif, menumbuhkan bakat, minat, kemampuan, dan kecakapan peserta didik; menyelenggarakan pendidikan sesuai dengan tingkat kecerdasan; dan memberi perlakuan yang maksimal untuk mengaktualisasikan potensi intelektual, emosional dan spiritual peserta didik.
Filosofi esensialisme (fungsionalisme) menekankan bahwa pendidikan harus berfungsi dan relevan dengan kebutuhan individu, keluarga, sektor-sektor terkait, baik tingkat lokal, nasional maupun internasional.
Visi, Misi dan Tujuan SBI
SBI mempunyai visi untuk mewujudkan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif secara internasional. Bahwa penyiapan manusia bertaraf internasional memerlukan upaya-upaya yang intensif, terarah, terencana, dan sistematik agar dapat mewujudkan banga yang maju, sejahtera, damai, dihormati dan diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain. Misi SBI mewujudkan manusia Indonesia yang cerdas dan kompetitif secara internasional, mampu bersaing dan berkolaborasi secara global.
Tujuan SBI menghasilkan lulusan yang berkelas nasional dan internasional seperti yang dirumuskan dalam UU.no 20/2003 dan dijabarkan dalam PP 19/2005, dirinci dalam Permendiknas no 23/2006 tentang standar kompetensi lulusan (SKL) bahwa baik untuk tingkat SD maupun tingkat SMP dan SMU/kejuruan bertujuan meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
SBI harus memegang teguh dan mengembangkan jati diri dan nilai-nilai bangsa Indonesia, disamping mengembangkan daya progresif global yang diupayakan secara elektif inkorporatif melalui pengenalan, penghayatan dan penerapan nilai-nilai yang diperlukan dalam era kesejagatan, dalam bidang religi, Iptek, ekonomi, seni, solidaritas, kuasa, dan etika global. Untuk memperlancar komunikasi global, SBI menggunakan bahasa komunikasi global, terutama bahasa Inggris dn menggunakan teknologi komunikasi informasi (ICT).
Kita hidup dalam dunia internasional. Internasionalisasi, dalam kaitannya dengan bisnis dan manajemen, merupakan sesuatu keharusan yang mesti dipertimbangkan pada semua tahapan daripada siklus kehidupan suatu produk (a product’s life cycle); misalnya mulai dari perencanaan awal sampai pada pelaksanaan serta pengembangannya agar benar-benar efektif. Selanjutnya dapat dimanfaatkan bagi kepentingan lokal tanpa harus melakukan banyak perombakan dalam mekanisme kerjanya. Ini berarti bahwa semestinya kita tidak perlu merasa khawatir akan akibat internasionalisasi pendidikan.
D.Pembinaan Pola Kerjasama yang terpadu antara pendidikan dengan dunia industri
Kemenangan daripada dunia industri jika dibandingkan dengan dunia pendidikan kejuruan ialah bahwa dunia industri telah lebih dulu mengetahui arah pembangunan masyarakat di masa kini dan masa mendatang. Di lain pihak dunia pendidikan kejuruan cenderung hanya mampu menunggu dan mempelajari hal-hal yang sudah terwujud pada dunia industri dan ekonomi. Akibatnya, sekolah-sekolah kejuruan berusaha memacu diri untuk mengikuti apa yang terjadi datam dunia industri, namun sayang, sekolah-sekolah kejuruan sering menjadi kurang mampu untuk mengajar ketinggalannya dari dunia industri itu.
Kenyataannya di atas kiranya cukup memberikan cambuk bagi para pemikir pendidikan untuk mencari upaya pembaman di bidang pendidikan kejuruan kita. Dunia industri telah lebih dulu mengenal kebutuhan masyarakat akan barang-barang industri, mengetahui peralatan dan sumber daya produksi yang diperlukan, lebih mengetahui lebih dulu tentang cara-cara merawat/ memelihara peralatan teknologi mutakhir yang telah dimiliki.
Para pekerja dan. teknisi di dunia industri lebih memahami peralatan dan teknologi yang ditangani daripada para siswa atau tamatan sekolah-sekolah kejuruan. Bagaimanakah kenyataan yang ada pada sekolah-sekolah kejuruan kita pada dewasa ini? Sekolah-sekolah kejuruan kita masih mengalami keterbatasan-keterbatasan dalam hal kuantitas guru .dan pelatih, kualitas guru dan pelatih, sertaadalahfasilitas dan peralatan praktek. Oleh karena itu dunia pendidikan kejuruan hendaknya mulai didekatkan dengan dunia industri dan dunia kerja di lapangan.
Upaya yang kiranya cukup positif telah dimulai dalam dunia pendidikan tenaga kependidikan yang telah mendapatkan motivasi dan bimbingan dari pihak PPPG (Proyek Pengembangan Pendidikan Guru). Lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK.) telah dikembangkan sedemikian rupa, sehingga jarak antara pihak konsumen pendidikan guru, produsen guru dan pengelola pendidikan guru menjadi tebih dekat dengan pola kerjasama yang cukup jelas dan terpadu, meskipun di sana sini masih memerlukan penanganan yang serius.
Apa yang telah dirintis dalam dunia penddikan tenaga kependidikan itu kiranya menjadi bahan pemikiran kita kearah usaha inovasi pendidikan kejuruan kita. Agar sekolah-sekolah kejuruan kita dapat mengembangkan pengajaran yang mempersiapkan manusia-manusia wiraswasta, di samping perlu diadakan pengembangan kurikulum dan pengajarannya sendiri, juga diperlukan adanya pola kerjasama yang efektif antara sekolah, keluarga, masyarakat pemakai tenagakerja, dunia industri dan dunia ekonomi pada umumnya.
Untuk merealisir kerjasama semacam itu diperlukan penanganan secara terpadu dari pihak-pihak Kementrian Pendidikan Nasional, Kementrian Perindustrian, Kementrian Tenaga Kerja, Lembaga- lembaga pendidikan tinggi kejuruan atau pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan pembinaan dunia pendidikan dan ekonomi industri. Memang, untuk menuju pada realisasi gagasan semacam ini tidak semudah seperti yang kita bayangkan, namun hal ini tidak pula berarti, bahwa pola kerjasama semacam ini tidak mungkin dapat diwujudkan. Setidak-tidaknya kita perlu mengambil langkah-langkah yang bijaksana dengan menggunakan pentahapan-pentahapan pelaksanaan dalam rangka pengembangan dunia pendidikan kejuruan kita, sekaligus mempersiapkan manusia-manusia wiraswasta melalui jalur empuk pendidikan kejuruan.
Menurut Soemanto, ada beberapa tahap pengembangan pendidikan kejuruan yang kiranya dapat kita pertimbangkan , misalnya :
a)Diadakan penelitian-penelitian terhadap kemungkinan realisasi pengembangan di dalam ketiga dunia yang saling bergantungan, yaitu di kalangan dunia pendidikan kejuman sendiri. Ini dapat merupakan penelitian-penelitian untuk memperoleh informasi tentang kondisi dan kompetensi sekolah-sekolah kejuruan dalam rangka inovasi pendidikan kejuruan. Di kalangan usaha industri yang bertebaran di masyarakat untuk menjajagi kemungkinan pemanfaatan lapangan-lapangan industri dan lapangan-lapangan usaha ekonomi mana yang akan mampu bekerjasama dalam usaha pengembangan pendidikan di satu pihak, di lain pihak juga dicarikan jalan pemikiran bagi dunia industri dan usaha agar mereka memperoleh manfaat dari kerjasama semacam itu. Penelitian juga diadakan di lingkungan masyarakat, untuk mengetahui sumber-sumber pengembangan ekonomi pada umumnya dan bagi pengembangan dunia industri khu susnya. Dengan demikian, kita tidak semata-mata hanya tergantung kepada dunia usaha dan dunia industri yang sudah ada dan berkembang di masyarakat, melainkan juga berusaha untuk menimbulkan lapangan-lapangan usaha lainnya yang baru. Hal ini akan memberikan keuntungan ganda. Di satu pihak, potensi lingkungan menjadi tergali untuk kemakmuran rakyat banyak, di lain pihak lapangan-lapangan usaha dan industri baru ini meskipun kecil-kecilan sifatnya, namun dapat dimanfaatkan secara langsung untuk pengembangan kurikulum dan pengajaran sekolah-sekolah kejuruan kita. Dengan penelitian yang ditujukan pada masyarakat, kita akan dapat mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan masyarakat akan barang-barang dan jasa, yang mana hal ini memberikan bahan pemikiran dalam usaha menggati kekayaan lingkungan yang sedapat mungkin memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat konsumen.
b)Dibentuknya suatu lembaga koordinatorat pembinaan dan pengembangan pendidikan kejuruan. Lembaga ini perlu melibatkan. institusi-institusi yang bergerak dalam dunia pendidikan, dunia usalia dan industri, yaitu dari pihak-pihak Kementrian Pendidikan Nasional, Kementrian Perindustrian, Kementrian Tenaga Kerja dan Kementrian lain yang berhubungan dengan itu. Ini memang suatu tantangan yang cukup menyakiti pemikiran kita, namun pola kerja sama bagi usana mengembangkan dunia pendidikan kejuruan kita. Lembaga koordinatorat ini dapat terbentuk di tingkat pusat dan di samping itu perlu pula terbentuk pada tiap-tiap daerah setidak-tidaknya pada tingkat propinsi. Langkah ini diambil dalam rangka:
1)mengusahakan keterpaduan cara berpikir dan bertindak untuk mengembangkan dunia pendidikan kejuruan kita,
2)mengusahakan relevansi antara pengajaran di sekolah-sekolah kejuruan dengan potensi lingkungan setempat dan kebutuhan masyarakat setempat akan hasil-hasil usaha dan industri, dan
3)memperlancar administrasi dan pengelolaan usaha pengembangan pendidikan kejuruan, agar tidak lagi ditempuh prosedur yang bertele-tele sehingga menghambat setiap langkah pengembangan pendidikan kejuruan kita.
c)Diadakannya proyek-proyek eksperimentasi atau perintis ke arah perwujudan kerjasama pengembangan pendidikan an secara terpadu. Dalam hal ini kita perlu memilih beberapa lembaga pendidikan kejuruan untuk masing-masing jenis sekolah kejuruan dan pada tiap-tiap propinsi.Dalam pelaksanaan eksperimentasi atau perintisan ini dapat diwujudkan gagasan-gagasan dan metoda-metoda baru, pembinaan kurikulum, pengadaan tenagaahli, penyiapan guru-guru dan para pelatih kejuruan, pembenahan proses belajar-mengajar, serta pengembangan sarana dan fasilitas belajar-mengajar bagi para siswa sekolah kejuruan, baik di sekolah maupun dalam dunia usaha dan industri di lapangan.
d)Penyediaan dan pengembangan pelayanan dan fasilitas stud i bagi para siswa sekolah kejuruan pada lapangan usaha dan industri di dalam masyarakat dan pemerintah. Hal ini untuk memberi kesempatan bagi sekolah kejuruan untuk tidak hanya mengandalkan kemampuan material dan personal di sekolah saja yang sering malah ketinggalan dengan perkembangan dunia usaha dan industri di lapangan. Sekolah-sekolah hendaknya memperoleh kesempatan untuk dunia luar sekolah untuk membekali para siswa dengan pengalaman, sikap mental dan keterampilan berwiraswasta.
e)Deseminasi pengembangan pendidikan kejuruan pada beberapa sekolah kejuruan di masing-masing daerah kabupaten dan kota administrasi. Deseminasi ini dimaksudkan pula sebagai uji-coba terhadap setiap hasil eksperimentasi pada proyek-proyek perintis di tiap-tiap provinsi.
f)Deseminasi pengembangan pendidikan kejuruan pada sekolah-sekolah kejuruan di seluruh tanah air. Deseminasi pada masing-masing sekolah tidak selamanya harus mengikuti pola yang sudah dilaksanakan pada daerah propinsi di mana sekolah terselenggara, melainkan dapat pula mendeseminasikan hasil-hasil yang telah dicapai oleh proyek perintis di daerah lain. Pertimbangan ini dapat diambil berdasarkan: (1). bidang kejuruan yang relevan, (2). sumber-sumber yang ada di alam sekitar sekolah atau di masyarakat setempat di mana sekolah yang bersangkutan terselenggara, (3). ciri-ciri lingkungan setempat, (4). Kompetensi sekolah yang bersangkutan untuk menerapkan dan menyerap ide-ide deseminasi dari berbagai daerah/obyek perintis yang paling relevan bagi sekolah yang bersangkutan.
g) Pemerintah mendirikan pusat-pusat pengembangan pendidikan dan pengembangan usaha dan industri. Pusat-pusat ini dimaksudkan untuk mempersiapkan manusia-manusia berprestasi dan berkompetensi untuk menumbuhkan lapangan-lapangan kerja baru sesuai dengan tuntutan zaman. Pusat-pusat semacam itu khusus mendidik dan melayani manusia-manusia berbakat yang dipilih dari masing-masing sekolah kejuruan yang ada di seluruh Indonesia. Pusat-pusat pengembangan pendidikan kejuruan ini tidak harus didirikan mulai dari nol atau serba baru. Pusat-pusat semacam mi dapat pula dikembangkan dengan menggunakan perangkat-perangkat pembangunan yang sudah ada dan tersedia di kalangan masyarakat dan pemerintah, misalnya: reaktor atom di Bandung, industri persenjataan (Pindad), industri pesawat terbang, industri kendaraan bermotor, industri kerajinan tangan, BUUD, KUD, Pertamina, dan sebagainya. Bahkan kalau.memungkinkan, pemerintah dapat memanfaatkan perusahaan-perusahaan swasta dan asing yang berdomisili di Indonesia untuk maksud-maksud tersebut. Dengan cara demikian, maka setiap inovasi penting yang terjadi di dalam dunia usaha dan industri akan berpengaruh besar dan dapat dimanfaatkan secara langsung oleh dunia pendidikan kita. Di lain pihak, setiap gagasan inovatif yang muncul dalam dunia pendidikan akan dapat didayagunakan secara langsung dan menguntungkan bagi dunia usaha dan dunia industri.
h) Pengembangan pendidikan pada tiap-tiap sekolah kejuruan dan penyeleksian siswa-siswa berbakat untuk dikembangkan di pusat-pusat pengembangan pendidikan kejuruan yang telah dirintis oleh pemerintah. Dengan cara ini maka kesempatan terbuka lebar-lebar bagi manusia-manusia Indonesia yang berbakat untuk menjadi lebih berkembang bukan hanya siap pakai, melainkan lebih dari itu menjadi siap berkreasi untuk pembangunan diri dan masyarakatnya. Bagi anak didik pola kerja pengembangan semacam ini membina sikap mental serta melatih keterampilan anak untuk berwiraswasta. Bagi dunia usaha dan industri, pola pengembangan pendidikan semacam ini akan mendatangkan keuntungan, karena sumber daya manusia yang potensial dapat digali dan dimanfaatkan secara langsung.
B A B III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Dari berbagai kajian tentang kecenderungan sekolah menjadi sekolah industri dapat disimpulkan sejumlah masalah berikut.
1.saat belum banyak sekolah yang merubahnya menjadi sekolah industri, kalaupun ada baru mulai proses pengembangan keterampilan industri.
2.Pemerintah belum sangat serius dalam pengembangan sekolah industri, tetapi baru pada sekolah bertaraf internasional atau sekolah unggulan.
3.Perlu adanya pola kerjasama antara pendidikan dengan dunia industri yang nantinya melahirkan sekolah industri
B.SARAN
Semua apa yang kami tulis di atas hanyalah merupakan gagasan-gagasan alternatif bagi usaha mempersiapkan manusia-manusia wiraswasta melalui jalur pendidikan formal. Setidak-tidaknya gagasan ini merangsang kita semua dan teristimewa para pemikir pendidikan untuk lebih menyadari tuntutan-tuntutan zaman serta berusaha untuk menjawab permasalahan yang.menghantui kehidupan bangsa dan negara kita. Kita perlu mempunyai gagasan-gagasan baru untuk berusaha mengimbangi lajunya perubahan-perubahan dunia, atau setidaknya mampu berusaha mengejar ketinggalan-ketinggalan kita dari perkembangan dunia luar. Dengan gagasan-gagasan serta langkah-langkah yang dinamis dan kreatif, diharapkan kita akan mampu megangkat martabat dan kehidupan bangsa dan negara Indonesia
C.REKOMENDASI
1.Pemerintah membuat perundang-undangan tentang sekolah industri secara jelas dan terperinci.
2.Adanya pola kerjasama yang baik antara Kementrian Pendidikan Nasional, Kementrian Perindustrian, Kementrian Tenaga Kerja untuk dapat mensinergikan dunia pendidikan dengan dunia industri.
3.Semua stakeholder pendidikan agar melakukan perubahan menuju masa depan yang berindustri maju.
SUMBER REFERENSI
Buchari Alma. Kewirausahaan. Alfabeta. Bandung. 2010
Djaali. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Hasibuan, Melayu S.P. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008.
Nawawi, Hadari, Evaluasi dan Manajemen Kinerja di Lingkungan Perusahaan dan Industri. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006.
Robbins, Stephen P. Essential of Organizational Behavior. Jakarta: Salemba Empat, 2008.
Siagian, Sondang P. Filsafat Administrasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008.
Simamora, Henry Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarya: STIE YKPN, 2004.
Soemanto, Wasty. Pendidikan Wiraswasta. Bumi Aksara. Jakarta, 2008.
Stoner, James A.F and R. Edward Freeman, Manajemen terjemahan Alexander Sindoro. Jakarta: PT. Prenhallindo, 1996.
Suherman, Eman. Desain Pembelajaran Kewirausahaan. Alfabeta. Bandung.2008
Zainun,Buchari Manajemen dan Motivasi. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia, 1984.
http://stembasurabaya.wordpress.com/2010/01/08/kerja-sama-sekolah-industri-diperkuat/
http://gurupembaharu.com/home/?p=9734
http://en.wikipedia.org/wiki/Joseph_Schumpeter
http://www.kemenperin.go.id/ind/publikasi/berita_psb/2011/20114094.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar